LANGGAMPOS.NET - SUMENEP - KLB campak Sumenep belum ada tanda-tanda mereda, dan hingga Selasa (26/8), sebanyak 61 anak masih dirawat intensif di rumah sakit maupun puskesmas.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan P2KB Sumenep, Achmad Syamsuri, mengatakan pasien terbanyak dirawat di rumah sakit rujukan.
RSUD dr Moh Anwar dan RSI Kalianget masing-masing menampung 13 pasien, RS Sumekar tujuh pasien, sementara RS Esto Ebhu dua pasien.
“Di rumah sakit, kami memiliki pasien dalam jumlah cukup banyak. Di empat rumah sakit rujukan sama-sama ada,” kata Syamsuri.
Selain rumah sakit, belasan puskesmas juga ikut merawat pasien campak. Puskesmas Batang-Batang mencatat lima pasien, Gapura dan Guluk-Guluk masing-masing empat pasien, serta Ganding tiga pasien. Sementara Puskesmas Saronggi, Pasongsongan, Ambunten, dan Rubaru masing-masing menangani satu pasien. Puskesmas Manding, Batuputih, dan Lenteng masing-masing menampung dua pasien.
Data Dinas Kesehatan menunjukkan hingga 24 Agustus 2025, jumlah kasus suspek campak di Sumenep mencapai 2.105 orang. Dari jumlah tersebut, 17 pasien meninggal dunia. Lonjakan kasus ini menjadi peringatan serius bagi pemerintah dan masyarakat.
“Kami meminta masyarakat untuk segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat jika mengalami gejala campak,” ujar Syamsuri.
Upaya Pencegahan
Pemerintah Kabupaten Sumenep langsung menggelar program imunisasi massal atau Outbreak Response Immunization (ORI) sejak 25 Agustus 2025. Program ini menyasar sekitar 73.969 anak usia PAUD hingga kelas 1 SD, dengan target capaian 95 persen.
Setiap harinya, Dinas Kesehatan menargetkan sekitar 3.346 anak divaksin, atau 4,8 persen dari total sasaran. Pantauan di SD Babbalan, Kecamatan Batuan, proses imunisasi berlangsung lancar. Anak-anak berbaris rapi, satu per satu menerima suntikan dari tim medis Puskesmas Batuan.
Langkah cepat ini diharapkan mampu memutus mata rantai penularan yang kian meluas. “Kalau cakupan imunisasi tinggi, penyebaran bisa ditekan,” ujar Syamsuri.
Analisis: Bahaya Campak dan Tantangan Imunisasi
Campak bukan penyakit baru, tetapi hingga kini tetap menjadi ancaman serius. Virus campak mudah menular melalui udara dan percikan batuk atau bersin. Gejalanya dimulai dengan demam tinggi, pilek, batuk, mata merah, dan bercak kemerahan di kulit. Pada anak yang sistem imunnya lemah, campak bisa memicu komplikasi berbahaya, seperti radang paru-paru, diare parah, hingga radang otak.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut campak sebagai salah satu penyebab utama kematian anak di dunia meski sudah ada vaksin yang efektif. Kunci pencegahan terletak pada cakupan imunisasi minimal 95 persen agar tercipta kekebalan kelompok (herd immunity).
Di Indonesia, tantangan terbesar adalah kesenjangan cakupan imunisasi di daerah terpencil, serta masih adanya keraguan sebagian orang tua terhadap vaksin. Sumenep, dengan wilayah kepulauan yang luas, menghadapi kendala serupa. Distribusi vaksin, akses tenaga medis, serta pemahaman masyarakat tentang pentingnya imunisasi sering kali tidak merata.
Situasi ini menjelaskan mengapa wabah campak masih bisa muncul dalam skala besar. Kasus di Sumenep memperlihatkan betapa pentingnya deteksi dini, edukasi kesehatan, dan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat. Tanpa itu semua, risiko penularan dan kematian akibat campak akan terus menghantui.
Kini, dengan status KLB, Sumenep berada di garis depan perang melawan virus campak. Keberhasilan program imunisasi massal akan menentukan seberapa cepat wabah ini bisa ditekan dan anak-anak kembali aman.
(*)