LANGGAMPOST.NET - Shalat witir bukan sekadar tambahan. Ia adalah ibadah malam yang punya tempat istimewa dalam Islam. Ringkas, tapi penuh keberkahan. Termasuk sunah muakkadah, ibadah yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah ﷺ dan tidak pernah beliau tinggalkan, bahkan saat safar.
Witir berarti ganjil. Jumlah rakaatnya ganjil: satu, tiga, lima, hingga sebelas. Yang penting, ia ditutup dengan satu rakaat sebagai penegas bahwa ini shalat penutup malam. Rasulullah ﷺ bersabda, “Jadikan akhir shalat kalian di malam hari adalah witir.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Keutamaan Shalat Witir
Keutamaan witir tak main-main. Ini bukan sunah biasa. Nabi ﷺ bersabda, “Sesungguhnya Allah itu witrun (ganjil), dan Dia menyukai yang ganjil. Maka shalat witirlah, wahai ahli Al-Qur’an.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
Shalat witir adalah tanda kedekatan seorang hamba dengan Rabb-nya. Ia menjadi ruang curhat, dan jalan meraih ampunan. Dalam hadits lain, Rasulullah ﷺ bersabda, “Barang siapa takut tidak bangun di akhir malam, maka shalat witirlah di awal malam. Dan barang siapa berharap bisa bangun, maka witirlah di akhir malam. Sesungguhnya shalat di akhir malam itu disaksikan (oleh malaikat) dan itu lebih utama.” (HR. Muslim).
Waktu Pelaksanaan Witir
Witir dimulai setelah shalat isya dan berlangsung hingga menjelang subuh. Bagi yang sulit bangun malam, melaksanakan witir sebelum tidur tetap sah. Tapi bagi yang mampu bangun, witir di akhir malam punya nilai spiritual lebih tinggi.
Doa Qunut dan Spirit Malam
Witir juga bisa disertai doa qunut pada rakaat terakhir. Ini menjadi momentum memanjatkan permohonan dan pengakuan kelemahan diri di hadapan Allah. Doa yang lirih, tapi mengguncang batin.
Kesimpulan
Dalam kesibukan dunia yang terus mendesak, witir adalah jeda. Ia bukan beban, tapi penyejuk jiwa. Bukan rutinitas, tapi bentuk cinta. Jangan remehkan satu rakaat penutup ini. Bisa jadi, di sanalah tersimpan keberkahan yang kita cari-cari.
Shalat witir adalah kebiasaan para salihin. Bila kita ingin dekat dengan Allah, mulai dari yang ganjil ini. Sebab, Allah mencintai yang witir.
(*)