LANGGAMPOS.NET - Suasana malam Idul Adha selalu menghadirkan aroma yang khas. Di antara tawa keluarga, obrolan hangat, dan suara gemerisik arang yang menyala, hidangan sate menjadi bintang utama di banyak rumah. Daging yang baru saja dipotong dari hewan kurban, direndam dalam bumbu rempah kuning keemasan, lalu dibakar hingga muncul aroma yang menggoda.
"Yang penting bakarnya jangan sampai gosong ya, biar bumbunya tetap nempel," ujar Pak Darto sambil membalik tusukan sate di atas bara api. Di sebelahnya, Bu Darti sibuk menata ketupat dan irisan bawang merah di atas piring saji. "Peanut sauce-nya juga udah siap, tinggal dituangin," tambahnya dengan senyum puas.
Namun di balik kelezatan yang menggoda ini, muncul pertanyaan yang kerap terlontar di ruang-ruang diskusi gaya hidup sehat: sehatkah sebenarnya sate?
Menurut ahli gizi dari Singapore General Hospital (SGH), sate adalah makanan yang tinggi protein, tapi juga tinggi lemak, terutama lemak jenuh. Dalam 10 tusuk sate sapi, terkandung sekitar 9 gram lemak dan 29 gram protein. Sedangkan sate ayam mengandung 5 gram lemak dan 25 gram protein. Sayangnya, dari jumlah lemak tersebut, sebagian besar adalah lemak jenuh — 31% pada sate ayam, 42% pada sate sapi, dan 46% pada sate kambing.
Di sisi lain, salah satu bahan utama bumbu marinasi sate adalah kunyit, yang memberi warna kuning cerah khas sate. Kunyit mengandung kurkumin, senyawa fitokimia yang diyakini memiliki efek antioksidan dan potensi mencegah kanker. Namun para ahli menyarankan agar manfaat tersebut tidak dijadikan alasan utama mengonsumsi sate secara rutin. "Cara terbaik mendapatkan manfaat fitokimia adalah melalui diet seimbang dengan aneka buah dan sayur," kata mereka.
Bagaimana dengan saus kacang yang selalu jadi pelengkap wajib?
"Rasa gurihnya memang nggak bisa ditolak," kata Lilis, anak Pak Darto, sambil mencocol sate ke saus kacang yang kental. Tapi dari sudut pandang gizi, saus ini punya kandungan lemak tinggi. Dalam 29 gram saus kacang, terdapat 77 kalori, di mana 75% berasal dari lemak. Tak hanya itu, saus ini juga mengandung 138mg natrium, yang jika dikonsumsi berlebihan dapat berdampak pada tekanan darah.
Meski kacang tanah kaya akan lemak tak jenuh dan bawang putih serta bawang merah mengandung antioksidan, manfaat ini tak sebanding dengan risiko kesehatan akibat lemak dan garam yang tinggi.
Lalu bagaimana dengan bawang merah mentah yang biasa disajikan bersama sate?
Ternyata, bawang merah mentah mengandung quercetin dan anthocyanin, dua senyawa flavonoid yang berpotensi menurunkan risiko penyakit jantung dan kanker tertentu. Namun, quercetin ini sensitif terhadap panas, sehingga lebih baik dikonsumsi mentah.
"Makanya saya lebih suka makan bawang mentahannya langsung," ujar Lilis sambil tertawa, "biar sehat katanya."
Satu lagi yang tidak boleh dilupakan: ketupat. Dibuat dari beras putih yang dikukus, ketupat memiliki glycemic load (GL) yang cukup tinggi. GL dari 150g beras putih adalah 43, yang tergolong tinggi. Artinya, konsumsi berlebihan bisa memicu lonjakan gula darah. Dalam diet sehat, disarankan agar konsumsi ketupat tetap dibatasi.
Jadi, di tengah semaraknya Idul Adha dan kenikmatan sate yang tak terbantahkan, ada baiknya kita tetap mengingat prinsip utama pola makan sehat: moderasi.
"Namanya juga hari raya, yang penting jangan tiap hari makan beginian," ujar Pak Darto sambil menyerahkan sepiring sate ke tamu yang baru datang.
Sate memang identik dengan momen bahagia seperti Idul Adha, saat keluarga berkumpul dan berbagi rezeki. Namun, tak ada salahnya mulai memperhatikan sisi kesehatan dari makanan ini. Tetap nikmati, tapi jangan lupa imbangi dengan sayur segar, air putih, dan tentunya... jangan lupa olahraga setelahnya.
(*)
Lalu bagaimana dengan bawang merah mentah yang biasa disajikan bersama sate?
Ternyata, bawang merah mentah mengandung quercetin dan anthocyanin, dua senyawa flavonoid yang berpotensi menurunkan risiko penyakit jantung dan kanker tertentu. Namun, quercetin ini sensitif terhadap panas, sehingga lebih baik dikonsumsi mentah.
"Makanya saya lebih suka makan bawang mentahannya langsung," ujar Lilis sambil tertawa, "biar sehat katanya."
Satu lagi yang tidak boleh dilupakan: ketupat. Dibuat dari beras putih yang dikukus, ketupat memiliki glycemic load (GL) yang cukup tinggi. GL dari 150g beras putih adalah 43, yang tergolong tinggi. Artinya, konsumsi berlebihan bisa memicu lonjakan gula darah. Dalam diet sehat, disarankan agar konsumsi ketupat tetap dibatasi.
Jadi, di tengah semaraknya Idul Adha dan kenikmatan sate yang tak terbantahkan, ada baiknya kita tetap mengingat prinsip utama pola makan sehat: moderasi.
"Namanya juga hari raya, yang penting jangan tiap hari makan beginian," ujar Pak Darto sambil menyerahkan sepiring sate ke tamu yang baru datang.
Sate memang identik dengan momen bahagia seperti Idul Adha, saat keluarga berkumpul dan berbagi rezeki. Namun, tak ada salahnya mulai memperhatikan sisi kesehatan dari makanan ini. Tetap nikmati, tapi jangan lupa imbangi dengan sayur segar, air putih, dan tentunya... jangan lupa olahraga setelahnya.
(*)