Iklan

Langgapos Net
Redaksi
5/08/2025, 19:47 WIB
Last Updated 2025-05-08T12:47:36Z
Langgam Berita

SPBU Sepi, Tetapi Tetap Jadi Andalan Pendapatan PT WUS Sumenep, Dividen?

SPBU Sepi, Tetapi Tetap Jadi Andalan Pendapatan PT WUS Sumenep, Dividen?


LANGGAMPOS.NET - SUMENEP - PT Wira Usaha Sumekar (WUS), badan usaha milik daerah (BUMD) milik Pemkab Sumenep, tengah menjadi bulan-bulanan media. Konon, perusahaan yang selama ini mengelola beberapa stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) itu, tahun ini tidak mampu menyumbang pendapatan asli daerah (PAD).

Kondisi ini mengejutkan, mengingat PT WUS mengoperasikan tiga SPBU di Kecamatan Kota, Lenteng, dan Batang-Batang. Selain itu, mereka juga mengelola pom mini solar di Pulau Sepudi dan Desa Tamberu, Pamekasan. Namun, kontribusi terhadap kas daerah nihil.

Direktur Utama PT WUS, Zainul Ubbadi (akrab dengan panggilan Obet), mengakui bahwa untuk tahun 2024, perusahaan tidak dapat menyetor dividen. Pendapatan yang masuk hanya cukup untuk menutup biaya operasional.

“Pemasukan utama selama ini dari participating interest (PI) Medco Energi. Tapi sejak aktivitas pengeboran Medco menurun, tidak ada lagi dana PI yang masuk. Sekarang andalan kami hanya dari SPBU,” ujar Zainul Ubbadi, atau akrab disapa Obet, Kamis, 8 Mei 2025.

Obet menegaskan bahwa sejak tahun 2009 hingga 2023, PT WUS tidak pernah absen menyetor dividen. Totalnya mencapai Rp 34 miliar. Tahun ini menjadi pengecualian, karena hilangnya sumber pendapatan utama dari sektor migas.

Lantas, bagaimana dengan pemasukan dari SPBU? Menurut Obet, dari sisi akuntansi, pengelolaan SPBU tetap mengalami kerugian. Hal ini karena perusahaan harus menanggung biaya penyusutan sebesar 0,5 persen per tahun.

“Kalau pakai logika umum, jualan BBM pasti untung karena ada selisih harga beli dan harga jual. Tapi hitungan perusahaan tidak sesederhana itu. Laba harus dikurangi biaya penyusutan aset,” jelasnya.

Ia menambahkan, penjualan BBM di SPBU luar kota seperti di Batang-Batang atau Lenteng, tidak seramai SPBU di pusat kota. Artinya, volume penjualan kecil, margin pun terbatas.

Situasi ini membuat perusahaan kesulitan menutup pengeluaran. Tak ada lagi ruang untuk menyetor keuntungan kepada Pemkab sebagai pemegang saham utama.

Solusi yang kini dibidik adalah kembali mengelola PI dari kontraktor migas yang masih aktif. Namun untuk mewujudkan itu, PT WUS butuh penyertaan modal tambahan.

Sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016, pengelolaan PI hanya bisa dilakukan oleh BUMD yang mayoritas sahamnya—minimal 99 persen—dimiliki pemerintah daerah. Saat ini, kepemilikan saham Pemkab di PT WUS baru 75,3 persen.

Sisanya, 24,2 persen saham dikuasai PT MMI, 0,45 persen oleh Perumda Sumekar, dan 0,05 persen atas nama perseorangan. Agar bisa kembali menjadi pengelola PI, PT WUS perlu membeli sebagian saham itu agar kepemilikan daerah mencapai ambang syarat regulasi.

Langkah ini dinilai strategis untuk menyelamatkan perusahaan dari stagnasi keuangan. Namun, tanpa injeksi modal dari pemerintah daerah, upaya tersebut akan sulit diwujudkan.

Kondisi PT WUS menjadi gambaran kompleksitas BUMD yang beroperasi di sektor energi. Ketika bergantung pada satu sumber pemasukan, ketahanan finansial bisa terancam jika satu mata rantai terputus.

Apakah PT WUS akan bangkit dari tekanan ini, atau justru makin tenggelam? Semua tergantung pada keberanian Pemkab mengambil keputusan strategis dalam waktu dekat.

(*)



Penulis: Redaksi Langgampos Net
Advertisement
close