Iklan

Langgapos Net
Redaksi
5/12/2025, 08:35 WIB
Last Updated 2025-05-12T01:35:57Z
Langgam Pendidikan

Apa Sebenarnya yang Dilihat oleh Orang Buta? Ini Penjelasan Ilmiahnya

Apa Sebenarnya yang Dilihat oleh Orang Buta? Ini Penjelasan Ilmiahnya


LANGGAMPOS.NET - Pertanyaan tentang apa yang dilihat oleh orang buta kerap muncul di benak banyak orang. Apakah mereka melihat kegelapan? Apakah ada kilatan cahaya atau justru tidak ada apa-apa sama sekali? Jawaban atas pertanyaan ini tidak sesederhana kelihatannya. Karena kebutaan memiliki banyak bentuk, pengalaman visual orang buta pun sangat beragam.

Secara ilmiah, apa yang dilihat oleh orang buta tergantung pada dua hal penting: tingkat kebutaan dan apakah mereka pernah memiliki penglihatan sebelumnya. Dalam dunia neurologi, otak adalah pusat utama penglihatan. Mata hanya menjadi perantara, dan ketika sinyal visual tidak lagi masuk, otak tetap bisa "bermain imajinasi"—terutama bila sebelumnya pernah menerima data visual.

Bagi mereka yang buta sejak lahir, pengalaman “melihat” tidak ada dalam kamus hidup mereka. Tidak seperti orang awas yang bisa membayangkan kegelapan saat memejamkan mata, mereka yang lahir buta tidak bisa membayangkan apapun. Mereka tidak melihat gelap. Mereka melihat… tidak ada apa-apa. Ibaratnya, seperti mencoba melihat melalui siku—tidak ada sensasi visual apapun yang bisa dijelaskan.

Namun, beda halnya dengan orang yang menjadi buta setelah sebelumnya memiliki penglihatan. Ada yang merasakan kegelapan total, seperti masuk ke dalam gua yang gelap gulita. Tapi ada pula yang mengalami sensasi visual yang sangat nyata, meskipun tanpa stimulus eksternal. Kilatan cahaya, bentuk acak, bahkan wajah manusia bisa muncul. Ini dikenal sebagai Charles Bonnet Syndrome (CBS)—kondisi neurologis yang menghasilkan halusinasi visual tanpa adanya gangguan kejiwaan.

Kondisi CBS cukup umum di antara penderita kebutaan total. Hal ini terjadi karena otak, yang terbiasa menerima informasi visual, tetap aktif meskipun mata tidak lagi berfungsi. Otak menciptakan gambar sebagai bentuk kompensasi karena "kebosanan" tanpa stimulus. Meski bisa membingungkan, CBS tidak berbahaya dan tidak berarti ada kerusakan otak.

Dalam konteks medis, ada pula istilah buta fungsional atau functional blindness. Di Amerika Serikat, seseorang dianggap buta secara fungsional jika ketajaman penglihatannya, dengan koreksi maksimal, masih lebih buruk dari 20/200. Sementara itu, standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan bahwa kebutaan terjadi bila ketajaman visual lebih buruk dari 3/60.

Pengalaman visual mereka yang buta secara fungsional sangat bervariasi. Ada yang masih bisa melihat bentuk besar dan warna, walau samar atau kabur. Joey, salah seorang yang mengalami gangguan penglihatan 20/400, menggambarkan pandangannya sebagai "bintik neon yang selalu bergerak dan berubah warna". Ini menjadi gambaran unik bahwa kebutaan tidak selalu berarti tidak melihat sama sekali.

Ada pula orang yang hanya memiliki persepsi cahaya. Mereka tidak bisa membedakan bentuk atau warna, tetapi bisa tahu kapan lampu menyala atau mati. Penglihatan mereka terbatas hanya pada intensitas cahaya. Beberapa lainnya mengalami penglihatan terowongan (tunnel vision), di mana bidang pandang sangat sempit dan hanya terlihat benda dalam radius kecil seperti melihat dari lubang kunci.

Pertanyaan lain yang menarik adalah: apakah orang buta bisa “melihat” dalam mimpi mereka? Jawabannya, tergantung pada riwayat penglihatannya. Mereka yang buta sejak lahir tidak bermimpi dalam bentuk gambar. Namun, mereka tetap bermimpi. Mimpi mereka kaya akan suara, sentuhan, bau, rasa, dan emosi.

Sebaliknya, orang yang pernah melihat dan kemudian menjadi buta bisa tetap bermimpi dengan gambar visual, tergantung pada kenangan visual yang tersimpan di otak. Bahkan seseorang yang mengalami penurunan penglihatan secara bertahap mungkin masih bisa bermimpi dengan kejernihan yang mereka miliki di masa lalu. Seperti halnya orang awas yang memakai kacamata, mimpi bisa muncul dalam bentuk yang fokus atau buram tergantung pengalaman visual mereka.

Hal menarik lain ditemukan dalam penelitian mengenai persepsi cahaya non-visual. Meski tidak menghasilkan gambar, sebagian orang buta rupanya masih bisa “merasakan” cahaya. Ini diketahui sejak tahun 1923, saat eksperimen dilakukan oleh Clyde Keeler di Harvard. Ia menemukan bahwa tikus tanpa sel retina (rods dan cones) tetap bisa merespons siklus terang-gelap dan menjaga ritme sirkadian.

Jawabannya baru benar-benar terkuak delapan dekade kemudian, saat para ilmuwan menemukan sel khusus bernama intrinsically photosensitive retinal ganglion cells (ipRGCs). Sel ini bukan bagian dari retina, tetapi masih bisa mendeteksi cahaya dan mengirimkan sinyal ke otak. Jadi, seseorang yang buta total secara visual masih mungkin merasakan perbedaan antara siang dan malam secara biologis, asalkan matanya masih bisa menerima cahaya.

Fenomena gerakan mata cepat (REM) saat tidur juga muncul pada beberapa orang buta, meskipun mereka tidak mengalami mimpi bergambar. Namun, REM jarang terjadi pada mereka yang sudah buta sejak lahir atau kehilangan penglihatan di usia sangat dini. Ini sekali lagi menegaskan bahwa pengalaman visual sangat tergantung pada memori dan perkembangan otak di masa awal kehidupan.

Secara keseluruhan, pertanyaan “apa yang dilihat oleh orang buta?” bukan hanya soal teknis, tapi juga psikologis dan neurologis. Jawabannya tidak tunggal, karena setiap individu punya pengalaman unik. Satu hal yang pasti: otak manusia luar biasa dalam beradaptasi, bahkan saat indra penglihatan tak lagi berfungsi.

(*)
Advertisement
close