LANGGAMPOS.NET - Amerika Serikat tengah menyiapkan kesepakatan perdagangan dengan lebih banyak negara Asia Tenggara dalam waktu dekat. Informasi ini disampaikan Perwakilan Dagang AS, Jamieson Greer, saat menghadiri pertemuan dengan para menteri ekonomi ASEAN pada Rabu.
Greer menegaskan bahwa Washington menyambut baik kerja sama dengan ASEAN, namun perdagangan harus tetap adil. “Kami percaya ada banyak bidang di mana kepentingan kami selaras. Kami dapat bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, membawa timbal balik dan keseimbangan ke sistem perdagangan global,” katanya dikutip Reuters, Kamis, 25 September 2025.
Pernyataan itu disampaikan Greer di Kuala Lumpur, Malaysia, saat forum resmi ASEAN berlangsung. Pertemuan ini digelar di tengah kekhawatiran negara-negara Asia Tenggara yang sangat bergantung pada ekspor. Pasalnya, tarif baru yang diberlakukan AS mencapai 19 hingga 20 persen untuk sebagian besar wilayah. Laos dan Myanmar bahkan dikenai tarif hingga 40 persen, sementara Singapura hanya 10 persen.
Greer menyebut pembicaraan bilateral mengenai tarif berjalan positif. Sejumlah kesepakatan, kata dia, telah dicapai, sementara sebagian lain segera diselesaikan. “Sementara yang lain akan diselesaikan dalam beberapa bulan atau bahkan minggu mendatang, untuk beberapa negara,” ujarnya.
Indonesia dan Vietnam menjadi dua negara yang telah mencapai titik temu dengan Washington. Meski begitu, kedua pihak masih merampungkan detail persyaratan teknis. Indonesia disebut bakal mendapatkan ruang negosiasi lebih fleksibel, sementara Vietnam menghadapi risiko besar akibat tarif.
Vietnam, pengekspor terbesar keenam ke AS, diperkirakan kehilangan sekitar US$25 miliar atau setara Rp418 triliun per tahun jika tarif 20 persen terus berlaku. Data dari UNDP menyebutkan kerugian ini akan menjadikan ekonomi Vietnam yang paling terpukul di kawasan.
ASEAN melalui pernyataan bersama pada Selasa menyoroti ketidakpastian global yang dipicu kebijakan tarif sepihak. Para menteri ekonomi menyebut langkah proteksionisme berpotensi memperlambat kinerja perdagangan kawasan pada paruh kedua 2025.
Mereka juga menilai kebijakan ini bisa menimbulkan risiko signifikan bagi sistem perdagangan multilateral dan stabilitas rantai pasokan global. Kekhawatiran tersebut semakin menegaskan betapa rapuhnya hubungan dagang internasional saat proteksionisme menguat.
(*)