Kecanduan Skincare: Ketika Merawat Diri Berbalik Menjadi Obsesi

Kecanduan Skincare: Ketika Merawat Diri Berbalik Menjadi Obsesi

10/16/2025,
 
Obsesi Terhadap Skincare


LANGGAMPOST.NET - Merawat kulit adalah bentuk perhatian diri yang wajar. Tapi di era media sosial, rutinitas skincare yang dulu sederhana kini berubah menjadi tren gaya hidup, bahkan bagi sebagian orang, menjadi kecanduan.

Fenomena “skincare addiction” makin sering muncul, terutama di kalangan muda. Hashtag #skincareroutine dan #glassskin di media sosial menampilkan ratusan ribu video yang menuntut “kulit sempurna.” Dari sinilah muncul tekanan psikologis baru: rasa cemas bila tidak memakai produk, atau takut kulit rusak jika melewatkan satu langkah dalam rutinitas harian.

Padahal, menurut banyak ahli dermatologi, kulit tidak selalu membutuhkan sebanyak itu. Dr. Shereene Idriss, dermatolog asal New York, menyebut kecanduan skincare sebagai bentuk “overcare syndrome”, kondisi di mana seseorang justru merusak lapisan pelindung kulit akibat penggunaan berlebihan.

Tanda-tandanya mudah dikenali: kulit jadi sensitif, kemerahan, perih, atau mudah berjerawat padahal rutin memakai produk mahal. Secara psikologis, muncul rasa bersalah setiap kali tidak memakai skincare, bahkan sampai menguras waktu dan uang demi mencoba produk baru.

Masalahnya bukan pada skincare itu sendiri, tapi pada cara kita memperlakukannya seperti obat ajaib. Banyak orang terjebak dalam siklus: beli, coba, gagal, lalu beli lagi. Industri kecantikan yang terus mengeluarkan produk baru setiap bulan hanya memperkuat siklus ini.

Kecanduan skincare juga bisa menutupi akar persoalan yang sebenarnya, seperti stres, kurang tidur, atau pola makan buruk. Kulit jadi “kambing hitam” dari gaya hidup yang tidak seimbang.

Untuk keluar dari lingkaran ini, perlu kembali pada prinsip dasar: kulit butuh perawatan, bukan perlakuan berlebihan. Cukup pembersih lembut, pelembap, dan tabir surya. Selebihnya, sesuaikan dengan kondisi kulit dan rekomendasi profesional.

Mindful skincare adalah solusi. Artinya, sadar bahwa merawat diri bukan sekadar mengikuti tren, tapi mengenali kebutuhan kulit secara jujur. Seperti kata pakar psikologi klinis, Dr. Ellen Hendriksen, “Merawat diri adalah bentuk cinta diri, tapi obsesi terhadap kesempurnaan justru tanda kita kehilangan kendali atasnya.”

Pada akhirnya, kulit sehat tidak datang dari sepuluh langkah skincare, tapi dari keseimbangan tubuh dan pikiran. Karena kecantikan sejati tidak diukur dari kilau wajah di kamera, melainkan dari bagaimana seseorang nyaman dengan dirinya sendiri.

(*)

TerPopuler

close