Iklan

Langgapos Net
Redaksi
6/17/2025, 20:40 WIB
Last Updated 2025-06-17T13:40:36Z
Langgam Tekno

Perusahaan India Gagal Cari Programmer Kompeten, Sebut Mereka Hanya Bisa Copy Paste Dari AI

Gagal-Rekrut-Karyawan


LANGGAMPOST.NET - Sebuah perusahaan teknologi di India sedang kebingungan. Mereka membuka lowongan pengembang junior dengan gaji sekitar Rp 20 juta per bulan. Namun setelah 12.000 pelamar dan 450 sesi wawancara, hasilnya nihil. Tak satu pun kandidat lolos.

Mereka lalu curhat di Reddit. Harapannya, bisa mendapat jawaban mengapa mencari programmer zaman sekarang terasa seperti mencari jarum di tumpukan jerami.

Lowongan itu diiklankan di LinkedIn. Posisi yang dibuka: pengembang frontend, backend, dan quality assurance (QA). Iming-iming gaji fantastis langsung menarik ribuan pelamar.

Namun, 10.000 pelamar gugur di tahap awal. Resume mereka dinilai asal-asalan dan tidak menunjukkan kemampuan teknis yang relevan.

Yang tersisa mengikuti tes coding. Uniknya, perusahaan membolehkan peserta menggunakan ChatGPT atau alat AI lain selama ujian. Alasannya, ingin menciptakan simulasi kerja nyata, di mana bantuan AI sudah lumrah.

Masalah muncul ketika kandidat diminta menjelaskan solusi yang mereka buat. Sebagian besar langsung macet. Mereka tak tahu bagaimana algoritma mereka bekerja. Bahkan saat diminta menjelaskan konsep dasar seperti linked list atau graph traversal, mereka hanya terdiam.

Perusahaan menyebut fenomena ini sebagai vibe coding, atau koding asal tempel, tanpa paham isi. Mereka menduga, banyak pelamar yang terlalu mengandalkan AI, tapi lupa membangun pondasi logika dasar.

Di sisi lain, komunitas Reddit justru balik mengkritik perusahaan. Mereka menilai 450 wawancara tanpa hasil adalah tanda ada yang salah dalam sistem rekrutmen. “Kalau segitu banyaknya gagal semua, mungkin yang rusak bukan kandidatnya, tapi prosesnya,” tulis seorang pengguna.

Kisah ini menyingkap masalah yang lebih besar. Geoffrey Hinton, salah satu bapak AI, pernah memperingatkan: pekerjaan yang hanya mengandalkan kemampuan menyalin dan menempel akan jadi korban pertama otomasi.

Perusahaan kini mulai sadar. Mereka tak cuma butuh orang yang bisa mengetikkan kode. Mereka butuh orang yang mengerti.

Fenomena ini menjadi peringatan keras bagi para calon programmer. AI bisa membantu, tapi tak bisa menggantikan pemahaman mendasar. Kompetensi tak bisa dicapai dengan sekadar copy-paste.

Bagi perusahaan, mungkin ini saatnya mengevaluasi ulang proses seleksi. Jika terus seperti ini, pencarian talenta teknologi bisa berubah menjadi misi mustahil.

(*)

Advertisement
close