Tata Cara Shalat bagi yang Tidak Mampu Berdiri Menurut Mazhab Syafi‘i

Tata Cara Shalat bagi yang Tidak Mampu Berdiri Menurut Mazhab Syafi‘i

10/06/2025,
Tatacara Shalat Bagi Orang Yang Tidak Mampu

LANGGAMPOST.NET - Shalat adalah kewajiban utama yang tak gugur dalam kondisi apa pun. Islam menegaskan, ibadah ini harus dijaga, baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Namun, syariat juga memberi kelonggaran bagi mereka yang tak mampu melaksanakannya dengan sempurna. Keringanan itu bukan bentuk pengurangan, tetapi wujud kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya.

Menurut mazhab Syafi‘i, seseorang yang tidak mampu berdiri dalam shalat wajib, boleh melaksanakannya sambil duduk. Jika tidak mampu duduk, maka ia boleh shalat dalam posisi berbaring di sisi kanan. Jika berbaring pun tak sanggup, maka dilakukan dengan terlentang menghadap kiblat. Semua ini bersandar pada sabda Rasulullah ﷺ kepada ‘Imrān bin Hushain:

“Shalatlah dengan berdiri. Jika tidak mampu, maka duduklah. Jika tidak mampu, maka berbaringlah di sisi.”

Hadis ini menjadi dasar utama dalam penetapan hukum shalat bagi orang yang tidak mampu berdiri. Para ulama Syafi‘iyyah sepakat bahwa ukuran “tidak mampu” bukan hanya ketidakmampuan fisik total, tetapi juga mencakup kondisi yang menimbulkan bahaya, memperparah penyakit, atau menyebabkan hilangnya kekhusyukan.

Imam An-Nawawi menjelaskan, seseorang boleh duduk dalam shalat jika berdiri membuatnya kesakitan berat atau mengancam kesehatannya. Sedangkan Imam asy-Syafi‘i menegaskan, ukuran ketidakmampuan itu adalah ketika berdiri hanya bisa dilakukan dengan kesulitan yang tidak tertahankan.

Bagi yang shalat sambil duduk, tidak ada posisi duduk tertentu yang diwajibkan. Namun, yang paling utama adalah posisi iftirasy (duduk sebagaimana antara dua sujud), karena dinilai paling dekat dengan posisi berdiri. Jika tidak mampu, maka boleh duduk bersila.

Jika berbaring, posisi terbaik adalah di sisi kanan menghadap kiblat. Bila tidak memungkinkan, boleh terlentang dengan arah wajah ke kiblat. Gerakan rukuk dan sujud dilakukan sebisanya, bahkan cukup dengan isyarat mata bila fisik tak memungkinkan. Bila tak mampu sama sekali, shalat tetap wajib dilakukan dengan hati dan niat yang sadar.

Kaidah dasarnya jelas: “Lakukanlah sesuai kemampuanmu.” Karena itu, tak ada alasan meninggalkan shalat selama akal masih berfungsi. Dalam mazhab Syafi‘i, bahkan orang yang disalib atau tenggelam tetap wajib shalat sesuai kemampuannya.

Shalat bukan sekadar gerakan fisik. Ia adalah ikatan batin antara hamba dan Tuhannya, yang tetap tegak, bahkan ketika tubuh tidak lagi sanggup berdiri.

(*)

TerPopuler

close