LANGGAMPOST.NET - Era media sosial membuka ruang komunikasi tanpa batas. Satu klik, satu komentar, bisa langsung menyebar ke ribuan pasang mata. Sayangnya, kemudahan ini justru sering jadi pintu masuk perbuatan gibah dan namimah, yaitu dosa besar yang kerap dianggap sepele.
Tanpa verifikasi, banyak orang terburu-buru menulis komentar pedas, menyebar kabar yang belum tentu benar, bahkan memprovokasi. Sikap ini bisa merusak ukhuwah, menanamkan permusuhan, dan menjerumuskan diri pada dosa yang berat.
Gibah adalah membicarakan aib orang lain, meski fakta. Namimah adalah mengadu domba, memicu konflik di antara sesama. Keduanya haram, jelas dilarang dalam Al-Qur'an dan hadis. Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk menjauhi orang-orang penyebar namimah. Larangan ini tegas. Lalu bagaimana jika kita sendiri yang melakukannya?
Nabi Muhammad pernah mengingatkan bahaya gibah dan namimah dengan gamblang. Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, beliau menceritakan siksa kubur yang menimpa pelaku gibah dan penyebar fitnah. Bahkan, Rasulullah menyebut orang yang suka mengadu domba tidak akan masuk surga. Ancaman ini bukan main-main.
Gibah dan namimah juga menjadi sebab bangkrutnya amal kebaikan di akhirat. Seseorang bisa datang dengan pahala salat, puasa, dan zakat, tapi kehilangan semua itu karena pernah menyakiti, memfitnah, atau menggibahi orang lain. Pahala mereka akan dialihkan kepada orang yang pernah mereka zalimi.
Agar terhindar dari dosa ini, ada beberapa langkah yang bisa kita tempuh. Pertama, selalu ingat akibat beratnya di akhirat. Kedua, pikirkan berapa banyak pahala yang akan hilang hanya karena satu komentar buruk. Ketiga, biasakan tabayyun sebelum menyebarkan informasi. Keempat, pilih lingkungan pertemanan yang menjaga lisan dan hati.
Media sosial bukan tempat bebas bicara tanpa tanggung jawab. Setiap kata, setiap postingan, akan dicatat. Allah berfirman, "Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu hadir." (QS. Qaf: 18)
Mari kita lebih bijak. Jaga jari, jaga lisan, jaga hati. Jangan sampai dosa gibah dan namimah menjadi warisan digital yang kelak memberatkan timbangan amal kita.
(*)